Indonesia menutup perjalanan di putaran keempat, menempati posisi ketiga di grup. Setelah sebelumnya kalah 2-3 dari Arab Saudi, kini asa benar-benar pupus. Tak ada lagi hitung-hitungan peluang, tak ada lagi kalimat “asal menang di laga terakhir.” Semua selesai.
Malam ini, stadion di Jeddah jadi saksi bahwa perjuangan tak selalu berujung bahagia. Para pemain menunduk, beberapa menangis, dan ratusan suporter di tribun berdiri diam. Tidak marah, tidak bersorak, hanya menatap kosong. Mungkin di kepala mereka sama seperti di kepala jutaan orang di rumah: “Kapan kita benar-benar bisa?”
Ironisnya, di tengah semua kesedihan itu, ada juga kebanggaan samar yang terasa di dada. Tim ini memang gagal, tapi mereka tak menyerah tanpa perlawanan. Mereka berlari sampai menit terakhir, menendang, menabrak, jatuh, bangun lagi. Dan untuk sesaat, bangsa ini sempat percaya: mungkin kali ini kita bisa.
Baca Juga:Melawan Takdir : 5 Pertemuan Indonesia Vs Irak, Indonesia Tak Pernah Menang, Saatnya Ukir Sejarah BaruAjang Balas Dendam : Graham Arnold Pelatih Irak yang Dulu Pernah Dibuat Frustasi Timnas Indonesia
Tapi mungkin, kata “mungkin” itu memang kutukan abadi sepak bola Indonesia. Mungkin menang, mungkin tidak. Mungkin lolos, mungkin gugur. Dan malam ini, semua “mungkin” itu berubah jadi “tidak.”
Di luar sana, 283 juta orang mungkin sedang memejamkan mata dengan perasaan kosong. Ada yang marah, ada yang sedih, ada yang hanya tertawa getir: “Ya begini nasibnya, di PHP terus,”
Tapi justru di situlah indahnya cinta pada sepak bola dan negeri ini, ia tidak pernah rasional. Kita dicurangi, kita kalah, kita patah hati, tapi entah kenapa kita tetap menunggu pertandingan berikutnya.
Karena di balik luka malam ini, selalu ada harapan baru. Harapan bahwa suatu hari nanti, entah kapan, bendera itu akan berkibar bukan di tribun penonton, tapi di lapangan, di Piala Dunia.
Sampai hari itu tiba, biarlah air mata ini jatuh. Biarlah malam ini disebut Hari Galau Nasional. Dan biarlah kita menertawakan duka ini dengan sarkas yang getir: “Tidak apa-apa kalah, yang penting penguasaan bola kita unggul.”