Kurang dari dua bulan setelah resmi menjabat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah membuat serangkaian gebrakan kebijakan yang kontroversial namun progresif, mengguncang tatanan APBN warisan Menteri sebelumnya. Purbaya, yang dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Keuangan ke-30 pada Senin, 8 September 2025, mengambil alih posisi yang sebelumnya dipegang oleh Sri Mulyani Indrawati. Kedatangannya disambut dengan gaya kepemimpinan yang oleh beberapa pengamat dijuluki “koboi” karena kecepatan dan ketegasannya dalam mengambil keputusan strategis di sektor fiskal dan moneter.
Gebrakan paling signifikan yang dilakukan Purbaya adalah penempatan dana pemerintah dalam jumlah masif ke bank-bank BUMN. Secara spesifik, pada 12 September 2025, pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025, menyuntikkan dana sebesar Rp200 Triliun yang selama ini mengendap di Bank Indonesia (BI) ke lima Bank Himbara. Langkah ini diambil karena Purbaya berpandangan bahwa dana tersebut selama ini “menganggur” dan tidak dapat diakses perbankan, sehingga menyebabkan sistem keuangan dalam negeri kering dan memperlambat laju ekonomi secara keseluruhan.
Penyuntikan dana ini memiliki tujuan utama untuk menggerakkan perekonomian nasional dengan meningkatkan peredaran uang primer (M0) di pasar. Dengan meningkatnya likuiditas, diharapkan perbankan memiliki ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kredit ke sektor produktif, yang pada akhirnya dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong aktivitas ekonomi riil secara masif. Hasil awal dari kebijakan ini pun terbilang efektif, di mana peredaran uang primer dilaporkan meningkat hingga 13,5% pada akhir September 2025, menunjukkan adanya perbaikan dalam sirkulasi uang di masyarakat.
Baca Juga:Purbaya Yudhi Sadewa Guyur Rp 200 T ke Enam Bank UmumPrabowo Ganti Sri Mulyani dengan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Kemenkeu
Tidak hanya fokus pada likuiditas, Purbaya juga menunjukkan ketegasan di bidang perpajakan. Ia mengumumkan pemerintah telah mengantongi daftar 200 penunggak pajak besar dengan nilai tunggakan yang fantastis, berkisar antara Rp50 hingga Rp60 triliun. “Kita punya list 200 penunggak pajak besar yang sudah inkracht. Kita akan kejar dan eksekusi. Mereka tidak akan bisa lari,” tegasnya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta pada Senin, 22 September 2025. Langkah penagihan aktif ini segera membuahkan hasil dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, memberikan sinyal kuat bahwa tidak ada lagi toleransi bagi para penunggak pajak kakap.