2. Sentuhan personal : Pengguna dapat menyesuaikan hasil edit agar wajah tetap mirip diri sendiri, menciptakan versi “Snow White” yang unik dan personal.
3. Nilai estetika dan simbolik : Snow White dikenal sebagai lambang kebaikan, ketulusan, dan keindahan alami, citra yang banyak orang ingin tampilkan di media sosial.
Banyak pengguna menganggap hasil edit ini bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk artistic self-expression. “Saya tumbuh besar dengan kisah Snow White, dan sekarang saya bisa ‘masuk’ ke dalam dunianya tanpa kostum mahal atau CGI,” tulis seorang kreator di TikTok dengan jutaan penonton.
•Antara Kreativitas dan Kontroversi
Baca Juga:Bisa Nongkrong Sampai Subuh: Gemini AI Buktikan Anak Strict Parents Juga Punya Kebebasan DigitalTiduran Tenang di Atas Laut Tanpa Tenggelam, Padahal Hanya Hasil Keajaiban Gemini AI
Meski tren ini tampak menyenangkan, tidak sedikit pula yang mempertanyakan batas antara seni digital dan penyalahgunaan citra. Ada beberapa isu yang muncul.
1. Hak cipta dan lisensi karakter
Karakter Snow White dan tujuh kurcaci masih dilindungi hak cipta oleh Disney, terutama dalam versi desain visualnya. Beberapa ahli hukum digital mengingatkan bahwa penggunaan citra karakter tersebut untuk kepentingan komersial, misalnya dijual sebagai jasa “edit jadi Snow White” bisa menimbulkan pelanggaran. Namun, untuk penggunaan pribadi atau non-komersial, banyak yang menilai hal ini masih dalam batas wajar.
2. Isu representasi dan perubahan budaya
Film Snow White versi live-action yang akan dirilis Disney juga memicu perdebatan mengenai representasi karakter kurcaci. Dalam tren AI ini, sebagian pengguna menciptakan versi “kurcaci modern” yang tidak selalu identik dengan kondisi disabilitas atau bentuk tubuh pendek seperti versi klasik. Perubahan ini memicu diskusi baru tentang bagaimana teknologi dapat mengubah persepsi publik terhadap karakter lama.
3. Distorsi realitas dan keaslian
Ketika hasil AI begitu realistis, beberapa pengguna mengunggah foto hasil edit tanpa keterangan bahwa itu hasil buatan. Hal ini bisa menimbulkan kebingungan dan memunculkan standar kecantikan tidak realistis. Psikolog digital memperingatkan bahwa fenomena “AI beauty illusion” dapat memengaruhi rasa percaya diri seseorang jika mereka terlalu sering melihat versi ideal diri dalam dunia digital.
