Perbandingan dengan masa lalu semakin mencolok ketika kita ingat bahwa dua tahun silam, Garuda Muda bahkan meraih medali emas setelah mengalahkan Thailand di final lewat perpanjangan waktu – sebuah prestasi yang membuat seluruh bangsa bangga dan berharap akan kebangkitan sepakbola muda negeri. Saat itu, tim tampak solid, penuh semangat, dan mampu mengatasi tekanan di laga penting. Perbedaan performa antara tahun 2023 dan 2025 sungguh terasa sangat jauh.
Sedangkan pada SEA Games 2009, meskipun jadi tuan rumah Grup B, tim hanya mampu meraih satu poin dari tiga pertandingan – prestasi yang sama buruknya, namun kali ini terasa lebih menyakitkan karena datang setelah keberhasilan terbaru. Pada waktu itu, Indonesia juga menghadapi masalah serupa dengan kurangnya produktivitas gol dan konsistensi, yang membuat tim sulit meraih poin. Secara riwayat, sejak format sepakbola SEA Games diubah menjadi tim U-23 pada tahun 2001, prestasi Indonesia terbilang jauh dari memuaskan. Hanya satu kali mereka meraih medali emas (2023), ditambah tiga kali menjadi runner-up dengan medali perak dan dua kali meraih medali perunggu.
Kemenangan atas Myanmar yang seharusnya menjadi awal kebangkitan justru berakhir sebagai panggung penutup yang menyedihkan bagi Garuda Muda di tahun ini. Banyak pihak mempertanyakan apa yang salah dengan persiapan tim, bagaimana strategi yang dijalankan, dan apakah ada perbaikan yang perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Semua harapan yang dibangun setelah medali emas 2023 kini harus kembali dibangun dari awal, dengan beban sejarah yang semakin berat dan harapan dari bangsa yang masih tetap ada meskipun tertekan.
