RADARCIREBON.TV – Kabar buruk datang dari arena SEA Games 2025 di Thailand. Timnas Indonesia U-22 harus menelan pil pahit tersingkir dari fase grup, sebuah kenyataan yang mengejutkan dan membuat kecewa publik sepak bola Tanah Air. Setelah sukses meraih medali emas pada edisi sebelumnya di Kamboja tahun 2023, hasil kali ini terasa seperti sebuah kemunduran drastis yang perlu dicermati lebih dalam, bukan sekadar kekalahan biasa di lapangan.
Kegagalan yang terjadi pada perhelatan di Thailand ini mencatatkan sejarah kelam. Berdasarkan catatan, ini adalah pertama kalinya skuad Merah-Putih gagal menembus semifinal SEA Games sejak tahun 2009. Total, ini adalah kali keenam Timnas Indonesia tersingkir di fase awal sejak pertama kali berpartisipasi di ajang multi-event Asia Tenggara ini pada 1977. Kenyataan pahit ini semakin terasa menyesakkan mengingat tim ini diperkuat oleh sejumlah talenta muda yang digadang-gadang memiliki masa depan cerah, bahkan termasuk beberapa pemain diaspora.
Salah satu suara yang lantang mengomentari tragedi ini adalah Akmal Marhali, Founder Save Our Soccer (SOS). Ia secara tegas menyebut bahwa eliminasi dini ini adalah “alarm keras” bagi pengelolaan sepak bola nasional. Akmal mengingatkan bahwa kegagalan ini tidak bisa dilihat hanya dari sisi teknis di lapangan. Ini adalah refleksi dari tata kelola dan pengambilan kebijakan di tubuh federasi. Apalagi, jauh sebelum turnamen dimulai, diketahui bahwa persiapan tim menuju SEA Games 2025 terbilang sangat singkat, jauh berbeda dengan proses panjang yang dilalui tim peraih emas di Kamboja tahun 2023.
Baca Juga:Cek Jadwal Lengkap Siaran Langsung Futsal Garuda di SEA Games 2025Update Emas ke-33 SEA Games Dari Balap Sepeda Gegerkan Klasemen, Merah Putih Makin Kokoh
Tanggung jawab atas kegagalan ini pun menjadi sorotan tajam. Akmal Marhali dan beberapa pengamat lainnya, seperti Tommy Welly (Towel) dan Binder Singh, menyoroti peran Wakil Ketua Umum PSSI, Zainudin Amali, yang sejak awal ditunjuk sebagai penanggung jawab Timnas U-22 dan bahkan menargetkan medali emas. Towel bahkan menyinggung adanya isu faksi-faksi di internal PSSI pasca-kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026, yang disebutnya turut memengaruhi pengambilan keputusan. Kritik juga ditujukan kepada keputusan-keputusan teknis tertentu selama turnamen berlangsung, termasuk pemilihan pemain dan strategi yang dianggap tidak optimal dalam menghadapi situasi krusial, seperti pertandingan yang membutuhkan selisih gol besar melawan Malaysia.
