Paguyuban Kelompok Tani Hutan Silihwangi Majakuning terus menunjukkan komitmen dalam menjaga kelestarian Gunung Ciremai. Gerakan menanam seribu pohon berlanjut, Sabtu pagi, penanaman digelar di kawasan rawan kebakaran dan erosi di Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka.
Masyarakat desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, yang bergabung ke dalam Kelompok Tani Hutan atau KTH, di Paguyuban Silihwangi Majakuning semakin di depan menunjukkan komitmen dalam menjaga kelestarian Gunung Ciremai.
Hari ini, Sabtu 20 Desember 2025, gerakan menanam seribu pohon dilanjutkan. Penanaman digelar di kawasan rawan kebakaran dan erosi di Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, di sekitar akses jalan utama menuju Bumi Perkemahan Awi Lega.
Baca Juga:Sopir Bus Jalani Pemeriksaan Tes Urin – VideoOperasi Lilin Lodaya 2025 – Video
Sebanyak seribu pohon ditanam di Blok Wadasari, di sekitar tebing curam dengan kemiringan sekitar tujuh puluh derajat sepanjang kurang lebih tiga ratus meter. Blok Wadasari merupakan zona tradisional taman nasional, sekaligus akses yang cukup ramai dilewati wisatawan setiap akhir pekan.
Kawasan ini merupakan lokasi bekas kebakaran hutan yang terjadi berulang pada rentang 2019 hingga 2021. Sejak saat itu Blok Wadasari menjadi lokasi pemulihan ekosistem secara berkelanjutan.
KTH Wanakarya Desa Bantaragung menjadi tuan rumah kegiatan. Penanaman juga didukung anggota KTH lain dari Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Total peserta yang terlibat lebih dari lima puluh orang.
Jenis pohon yang ditanam merupakan tanaman endemik seperti huru, peutag, picung dan jenis lokal endemik lainnya. Tanaman ini dipilih karena memiliki sistem perakaran kuat untuk mengikat tanah dan menahan erosi di lereng terbuka.
Ketua Paguyuban KTH Silihwangi Majakuning, Nandar, menyebut pasca karhutla Blok Wadasari memerlukan pemeliharaan intensif agar proses pemulihan hutan berjalan optimal.
Peran anggota paguyuban yang berasal dari desa-desa penyangga memiliki hubungan historis panjang dengan hutan. Sejak masa pengelolaan Perhutani hingga BTNGC, masyarakat terlibat dalam pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagai sumber penghidupan. Pengalaman itu membuat KTH memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, seperti terlibat dalam pengamanan kawasan, turut serta dalam pembangunan sekat bakar, dan patroli potensi titik api.