“Biarkan kemenangan ini menjadi inspirasi bahwa olahraga adalah ruang kebersamaan tanpa batas status sosial.”Kata-kata itu terasa hidup di Pattaya hari itu.
Ratu Suthida, yang lahir dengan nama Suthida Tidjai, memang bukan sosok asing dengan disiplin dan medan menantang. Jauh sebelum menjadi permaisuri Raja Maha Vajiralongkorn pada Mei 2019, ia menapaki karier panjang di dunia militer. Ia pernah menjabat sebagai Jenderal Angkatan Darat Kerajaan Thailand, dengan pengalaman di unit keamanan kerajaan, sebuah latar yang membentuk keteguhan, ketelitian, dan ketenangannya dalam tekanan.
Semua itu tercermin di laut. Saat kapal Thailand melintasi garis finis dan dinyatakan sebagai pemenang, tak ada selebrasi berlebihan. Hanya senyum lega, tepuk tangan tim, dan bendera nasional yang berkibar pelan. Momen itu terasa personal, manusiawi, dan justru karena itulah, mengharukan.
Baca Juga:Melampaui Jarak, Menghidupkan Harapan: Misi Kemanusiaan FK UGJ di Bencana SumateraSkor Akhir Persib Vs Bhayangkara 2-0, Ramon Tanque Cetak Dua Gol
Medali emas ini akan tercatat dalam sejarah SEA Games. Tetapi lebih dari itu, ia akan diingat sebagai kisah tentang keberanian seorang ratu yang memilih hadir, berjuang, dan menang bersama rakyatnya.
Di bawah langit Pattaya, Ratu Suthida tidak hanya mengemudikan kapal.
Ia mengemudikan makna kepemimpinan bahwa kehormatan tertinggi bukan sekadar diwarisi, tetapi diperjuangkan. Dan Thailand pun bangga.
