RADARCIREBON.TV – Di tengah lahan perkebunan yang luas di Kabupaten Cirebon, bukan pasangan manusia yang menjadi pusat perhatian saat musim giling tiba. Sebuah tradisi bernama kawin tebu menghidupkan semangat komunitas, namun bukan sekadar ritual simbolis untuk memulai masa panen – melainkan sebuah jembatan budaya yang mengikat hubungan antara petani, pabrik gula, dan seluruh masyarakat lokal dalam upaya membangun masa depan yang lebih baik.
Setiap tahun, lokasi strategis di sekitar pabrik gula menjadi tempat berkumpulnya warga, seperti Pabrik Gula Tersana Baru di Desa Babakan dan PG Sindanglaut di Kecamatan Lemahabang. Tidak hanya sekadar diarak dari kebun ke pabrik, sepasang batang tebu yang dijadikan “pasangan pengantin” diperlakukan dengan penuh penghormatan: dilengkapi pakaian dan dekorasi seperti upacara pernikahan sungguhan, diiringi oleh rombongan batang tebu lainnya yang juga dihias, serta irama musik tradisional tarling khas daerah Cirebon yang meriah.
Prosesi ini tak dimulai sembarangan. Sebelum perjalanan menuju pabrik, dilakukan acara syukuran di kebun tebu tempat “pasangan pengantin” dipilih. Setelah melalui tahap pencabutan dan perhiasan yang cermat, rombongan bergerak dengan semangat kebersamaan, disambut antusias oleh warga yang datang untuk meramaikan suasana kegembiraan menjelang musim panen yang dinantikan.
Baca Juga:Tahun Baru 2026: Hanya 1 Hari Libur, Tapi Ini Rahasia Bikin Libur Panjang Tanpa Ribet – Plus Daftar Semua TangGaruda Muda Berjaya: Timnas Futsal Indonesia U-16 Juara Piala AFF Futsal U-16 2025 Setelah Pertandingan Drama
Saat tiba di pabrik, batang‑batang tebu tersebut secara simbolis diserahkan kepada pengurus pabrik sebelum memasuki tahapan giling. Di balik momen tersebut, tersembunyi makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar harapan hasil melimpah. Ritual ini menjadi bentuk ekspresi rasa syukur dan doa agar proses produksi berjalan lancar, kualitas gula yang dihasilkan optimal, serta kesejahteraan bagi seluruh keluarga petani tebu. Lebih dari itu, kawin tebu memperlihatkan sinergi yang harmonis antara pihak produsen dan konsumen utama hasil bumi tersebut, sekaligus menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Dampak yang ditimbulkan juga melampaui ranah budaya. Acara ini tidak hanya menciptakan suasana meriah yang menggairahkan masyarakat, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata budaya yang dapat meningkatkan perekonomian lokal. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa tradisi agraris tidak harus hilang seiring dengan kemajuan zaman – justru bisa dijadikan aset berharga yang memperkuat identitas komunitas dan membuka peluang baru bagi perkembangan daerah.
