Pantun itu harus dipelajari. Cara berpantun dan cara menyampaikan pantun, akan menunjukkan kadar dan kelas dalam kehidupan bermasyarakat.
Artinya, berpantun itu tidak boleh sembarangan. Ada aturan, dan kaedahnya, terutama pada sampirannya. Dari pantun diketahui berilmu tidaknya yang berpantun. Jika tidak, dia akan ditertawakan orang.
Lihatlah pantun ini:
”Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang di tapak tangan
Biar jauh beribu batu
Hilang di mata di hati jangan“
Baca Juga:4.000 Kubik Sampah Dihasilkan Setiap HariUlang Tahun
Ini pantun lama yang sangat dikenal di dunia Melayu. Bukan saja karena isinya yang menunjukkan bagaimana perasaan rindu itu tak kenal batas dan waktu. Tapi juga lihatlah sampirannya. Yang sarat makna.
Ikan sembilang itu punya sengat yang berbisa, tapi kenapa boleh diletakkan di telapak tangan? Ternyata pucuk pauh dan delima batu itu adalah penawar racun.
Itu contoh sampiran pantun yang sangat berkualitas dan sampiran (pembayang) yang menunjukkan pencipta pantun itu berilmu.
Karya sastra yang demikian itu, menempatkan pantun sebagai salah satu karya sastra lisan dunia melayu paling tua. Lebih tua dari syair dan genre sastra lama.
Sejak lahir orang Melayu sudah diajar berpantun. Lagu nina bobok anak mereka sarat dengan pantun. Pantun nasihat , pantun kasih sayang, dan lainnya.
Pantun memang salah satu sarana berkomunikasi dalam masyarakat Melayu. Cara berbahasa, cara bertutur kata, cara menyampaikan pendapat dengan santun, melalui kiasan, dengan sindiran, ajuk mengajuk, dan juga boleh menjadi sebuah ”tamparan”yang memalukan.
Menghina pun bisa dengan pantun. Pantun termasuk karya sastra melayu lama yang bermula dari tradisi lisan.
Baca Juga:Telanjur PelindoKok bisa, Tes Ulang, Pemain Persebaya yang Positif versi LIB Ternyata Hasilnya Negatif
Setelah ditemukan tradisi tulis melalui huruf arab melayu dan huruf rumi (latin), pantun mulai ditulis dan dibukukan. Tapi dalam praktik budaya melayu sehari-hari pantun tetap disampaikan secara lisan.
Dalam percakapan sehari hari. Dalam acara perkawinan. Dalam cara berkasih sayang. Dalam pidato. Bahkan dulu, berperang juga dimulai dengan berpantun.
Yakni untuk membakar semangat, untuk mengejek dan memanas manaskan lawan. Seperti dulu dalam perang Raja Kecik (Siak) dengan Tengku Sulaiman (Riau).