Perkembangan Roti Buaya
Di awal kehadirannya, roti buaya hanya dijadikan ikon atau simbol bagi masyarakat Betawi. Sehingga dulu mereka tidak menjadikan roti buaya sebagai makanan, melainkan pajangan. Dulu setelah proses ijab kabul pernikahan masyarakat Betawi, roti buaya biasanya akan ditempelkan di garda depan rumah atau dipajang di lemari.
Namun, setelah memasuki abad ke-20, masyarakat memprotes tradisi ini karena terbilang mubazir. Karena protes inilah roti buaya yang awalnya cenderung tawar diberi rasa yang manis agar bisa dikonsumsi. Bahkan tradisi ini berkembang. Kini, setelah proses ijab kabul selesai, roti akan dipotong dan dibagikan ke anak tetangga. Terutama bagi mereka yang masih melajang atau gadis.
Selain itu, roti buaya juga mengalami variasi dalam bentuk dan isian. Kini, roti buaya tidak hanya berbentuk seperti buaya muara, tetapi juga buaya air tawar, buaya senyuman, atau bahkan buaya kartun. Roti buaya juga tidak hanya berwarna cokelat, tetapi juga hijau, merah, atau kuning. Roti buaya juga tidak hanya kosong, tetapi juga berisi selai, cokelat, keju, atau kacang.
Kesimpulan
Baca Juga:7 Manfaat Terong: Lezat, Bergizi, dan Bermacam Khasiatnya! Salah Satunya Mencegah KankerMenghadirkan Kelezatan dalam 3 Resep Olahan Terong yang Nikmat, Cocok untuk Makanan Harian
Roti buaya adalah roti khas Betawi yang memiliki sejarah dan filosofi yang menarik. Roti buaya berbentuk seperti buaya karena terinspirasi dari pola hidup buaya yang setia dan dari pengaruh bangsa Eropa yang menjadikan roti sebagai simbol kemakmuran.
Roti buaya melambangkan kesetiaan, keharmonisan, dan keberkahan bagi pasangan pengantin. Roti buaya juga menjadi seserahan wajib dalam pernikahan adat Betawi. Roti buaya mengalami perkembangan dalam bentuk, rasa, dan isian seiring dengan zaman.***