Untuk Sektor Pertanian Gas Metana Yang di Keluarkan di Wilayah Asia 51 Kilogram Per tahun.

Foto
Foto/Sektor Pertania (prcfindonesia.org)
0 Komentar

RadarCirebon.Tv- Untuk di sektor pertanian, sumbangan emisi GRK, terutama metana, mencapai 6-7 persen dari total emisi di tingkat nasional.

Penelitian menunjukkan, gas metana di atmosfer berperan menangkap panas 20 kali lebih banyak di bandingkan karbon di oksida. 

Metana berasal dari produksi gas alam, dan minyak bumi, serta dari pembusukan limbah organik dan di keluarkan oleh ternak ruminansia, terutama hewan memamah biak seperti sapi.

Baca Juga:Pemarinta Mengumumkan Mengukur Efek Rumah Kaca dengan Standar ISO 14080.Net Zero Emissions Yang Akan di Kembangkan Oleh Pemda Kota Bogor Serta PT PLN.

Untuk memenuhi target penurunan emisi GRK di Indonesia, riset di sektor pertanian di lakukan sejak 2016.

Ali Pramono dari Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) .

Kementerian Pertanian telah merancang alat pengukur gas rumah kaca di lahan pertanian secara otomatis.

Alat tersebut telah memperoleh paten. Adapun alat serupa untuk pengukuran emisi gas metana dan nitrogen khusus di lahan persawahan sedang dalam proses pengajuan paten.

Di persawahan, emisi metana di laporkan Ali Pramono, lebih tinggi di bandingkan data IPCC. 

Di Indonesia yang tergolong wilayah tropis basah emisi metana 1,61 kilogram per hektar per hari, sedangkan data IPCC 1,1 kilogram per hektar per hari.

Maka dari itu, untuk pengurangi emisi gas metana di areal persawahan, teknik budidaya di kembangkan sejak tahun 2016.

Baca Juga:Senang Mendengarnya ! Angkot Listrik Di Uji Coba Di Kota Bogor ,Ini Kata Kepala Dishub Kota Bogor.Rachmat Kaimuddin Bekerjasama dengan Indonesia International Motor Show Untuk Pengadaan Mobil Listrik.

Untuk menekan tingkat emisi ini, sistem pertanian cerdas iklim dikembangkan, yakni mengatur pengairan.

Di sawah untuk mengurangi genangan pada perakaran padi, agar menekan emisi gas metan.

Kombinasi perlakuan ini memakai varietas padi Ciherang yang memberi hasil tinggi dengan emisi CH4 rendah.

Di sektor peternakan, pengukuran dan pengurangan emisi metana dari ternak sapi di lakukan peneliti di Balai Penelitian Peternakan Balitbangtan.

Data IPCC menyebut, gas metana yang di keluarkan sapi perah di wilayah Asia 51 kilogram per tahun dan sapi potong 47 kg per tahun.

Sementara riset yang di lakukan Yeni Widiawati, peneliti dari Balai Penelitian Peternakan Balitbangtan menunjukkan.

Emisi gas metana dari sapi di Indonesia lebih rendah yakni sapi perah 41 kg per tahun dan sapi potong 36 kg per tahun.

Sistem pengukur gas metana yang dikeluarkan sapi menggunakan kotak tempat pakan di lengkapi sensor yang disebut Green Feed.

Selain itu, di terapkan peranti lunak aplikasi ALU (Agriculture and Land Use) Tool yang dapat menghitung seketika emisi GRK dari pertanian dan peternakan.

Hasil analisis komputer itu di peroleh dengan memasukkan data statistik dan hasil riset di lapangan.

“Sistem pengukuran tersebut mengacu pada standar pengukuran GRK yang baru,” kata Yeni.

Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir menjelaskan, penerapan sistem pengukuran GRK di sektor pertanian terus di kembangkan.

Hal itu bertujuan mendukung Rencana Aksi Nasional GRK (RAN GRK) dan Rencana Aksi Daerah GRK (RAD GRK).

Untuk Itu Tetap saja Untuk rujukan standarisasi merusuk pada Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Kepada Organisasi Standardisasi Dunia (International Organization for Standardization /ISO) pada tahun 2010.

“Namun, hal itu baru di setujui di bahas dan di rumuskan pada April 2015,” kata Kepala BSN Bambang Prasetyo.

Setelah melalui pembahasan panjang, pada 25 Juni lalu, ISO yang berkantor pusat di Geneva, Swiss.

Akhirnya menetapkan standar ISO 14080 yakni tentang manajemen gas rumah kaca dan aktivitas terkait. 

 

0 Komentar