Menteri Zulkifli menegaskan, “Kami sudah menyiapkan mekanisme pendampingan dan pelatihan agar koperasi mampu menjalankan usahanya secara sehat. Tapi pada akhirnya, yang bertanggung jawab adalah pengurus koperasi dan anggota.”
Pemerintah Siapkan ‘Jaring Pengaman’ tapi Bukan Dana Hibah
Ketika ditanya soal risiko gagal bayar, Menteri yang kerap disapa Zulhas ini dengan gamblang menyatakan bahwa pemerintah hanya menyediakan pendampingan teknis dan mungkin restrukturisasi pinjaman. Namun, dana hibah atau subsidi langsung untuk menutup kredit macet tidak disiapkan.
“Kalau koperasi gagal bayar, kita bantu lewat pelatihan dan perbaikan manajemen. Tapi untuk dana, ini adalah pinjaman, bukan dana bantuan sosial,” tegas Zulhas.
Baca Juga:Blusukan Demi Data: Dari Sampah ke Jalan Berlubang, Semuanya DicatatAuto Masuk Timnas E-sport! Ini Cara Jadi Jagoan Mobile Legends Tanpa Cheat
Lebih jauh, pembentukan koperasi pun tidak semudah membalik telapak tangan. Setiap desa harus menyelenggarakan Musyawarah Desa Khusus, membuat akta koperasi melalui notaris dengan biaya sekitar Rp 2,5 juta, dan mendaftarkan koperasi secara resmi. Biaya notaris ini ditanggung dari APBD, bukan APBN, supaya anggaran pusat tetap bersih dari tuduhan “modal gratis”.
Lalu bagaimana cicilannya, ini rupanya kalau plafon penuh masuk kedalam
Cicilan Raksasa, Tahan Napas Koperasi!
Dengan bunga sekitar 5 – 7% dan cicilan tahunan hampir Rp 630 juta, koperasi harus pintar-pintar berbisnis. Kalau gagal bayar? Waduh, siap-siap koperasi dibubarin, anggota pusing tujuh keliling,
Kalau nasibnya sudah “macet”, bank langsung datang bawa setumpuk surat tagihan dan jaket hitam bertuliskan “Penagih Utang Profesional”.
Pemerintah? Siap Jadi Penonton atau Sutradara?
Tenang, pemerintah sudah siapkan “pertolongan pertama”: bisa saja cicilan ditunda atau bunga diringankan, asal koperasi bisa janji nggak ngulangin. Katanya sih, ada pelatihan manajemen bisnis.
Tapi bagi yang nggak kuat, siap-siap jadi bagian dari “kisah sedih koperasi yang hilang di tengah jalan”.
Sejauh ini, banyak yang berharap program ini jadi “sumber berkah desa”. Tapi jangan lupa, Rp 3 miliar itu bukan duit gratisan, melainkan “utang gede” yang harus dibayar.
Kalau sukses, desa makmur. Kalau gagal, ya bawa bekal air mata dan kopi pahit tiap rapat anggota.