RADARCIREBON.TV – Di sudut barat Kabupaten Cirebon, Gunung Kuda tak pernah banyak menuntut. Ia berdiri di sana, kokoh dan pendiam, menjadi latar diam dari banyak kisah kecil di Desa Cipanas, Dukupuntang. Tapi kemarin, ia bicara—bukan lewat kata, melainkan lewat tanah yang bergerak, bebatuan yang luruh, dan suara longsor yang memecah sunyi. Dan seperti biasa, manusia baru tergugah setelah alam bersuara keras.
Pemerintah Kabupaten Cirebon akhirnya memutuskan untuk menetapkan status tanggap darurat bencana menyusul longsor yang terjadi di kawasan Gunung Kuda. Langkah ini diambil setelah Pemerintah Provinsi Jawa Barat turun tangan dan mengimbau agar penanganan dilakukan dengan serius dan segera.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyampaikan bahwa ia telah meminta langsung kepada Pemkab Cirebon untuk segera mengeluarkan status tersebut. Sebuah dorongan yang terasa seperti pengingat lembut: bahwa bencana tak bisa menunggu jadwal, dan keselamatan warga tak sepatutnya antre di meja birokrasi.
Baca Juga:Longsor Gunung Kuda Diberitakan Media Internasional China, Total Korban Meninggal Sementara Jadi 14 OrangIni Daftar Korban Longsor Gunung Kuda Update Sementara, Total ada 13 Korban Meninggal Dunia
“Kita sudah minta kepada Pemkab Cirebon untuk mengeluarkan status tanggap darurat,” ujar Herman pada Jumat, 30 Mei 2025.
“Ini demi memperlancar proses evakuasi dan penanganan di Gunung Kuda.”
Herman juga menjelaskan bahwa penetapan status ini telah dikonsultasikan dengan BNPB, mengingat dampaknya yang menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat. Masa tanggap darurat direncanakan berlangsung selama tujuh hari—waktu yang diharapkan cukup untuk menata ulang dan mengembalikan ketenangan yang sempat terusik.
Sementara itu, Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman, memastikan bahwa surat keputusan resmi akan diterbitkan malam ini. Dalam nada suaranya, ada tekad, tapi juga tersirat pelajaran bahwa kesiapsiagaan sejati bukanlah soal reaksi, melainkan soal kesiapan yang tak menunggu diminta.
“Malam ini, surat keputusan darurat bencana akan kita keluarkan,” tegas Agus.
“Penanganan cepat dan tepat akan kita lakukan untuk meminimalisir korban dan mencegah longsor susulan.”
Langkah-langkah berikutnya akan difokuskan pada evakuasi warga, pendirian posko darurat, serta penanganan geoteknis di kawasan rawan. Namun di balik semua itu, pertanyaan lama kembali mengendap: mengapa kita seringkali menunggu hingga alam marah untuk mulai peduli?
Gunung Kuda bukan sekadar gugusan tanah dan batu. Ia bagian dari ekosistem, dari peradaban lokal, dari kehidupan masyarakat yang tumbuh di sekitarnya. Longsornya bukan sekadar bencana alam—tapi juga tanda baca dari paragraf panjang tentang tata ruang, perizinan, dan perhatian yang terlalu sering ditunda.
Baca Juga:Longsor Gunung Kuda, Data Sementara : 8 Meninggal, 12 Luka-lukaSoal Longsor Gunung Kuda: KDM Ucapkan Belasungkawa, Perintahkan Dinas ESDM Tutup Permanen
Malam ini, surat keputusan akan ditandatangani. Posko akan dibangun. Bantuan akan mengalir. Kamera akan merekam. Tapi semoga kali ini, semua itu tak sekadar menjadi rutinitas pasca-bencana. Karena sejatinya, tanggap darurat bukan hanya tentang hari ini. Tapi tentang janji untuk tak mengulang kelalaian di hari esok.
Gunung Kuda telah bicara. Semoga kita tidak menunggu ia bicara lagi, dengan cara yang lebih keras.