Sementara itu, negara-negara tetangga terus bergerak maju. Johor Darul Ta’zim misalnya, telah memiliki stadion megah, akademi modern, dan manajemen profesional. Buriram United bahkan datang sebagai juara bertahan dengan ambisi mempertahankan mahkota. Indonesia? Absen sebelum bertanding.
Efek Domino: Bukan Sekadar Gagal Tampil
Ketidakhadiran Indonesia dalam turnamen ini bukan sekadar kehilangan jatah bertanding. Ini soal kepercayaan, reputasi, dan eksistensi regional. Klub-klub kehilangan panggung prestisius. Pemain tak bisa unjuk kemampuan di level ASEAN. Sponsor kehilangan eksposur. Dan publik kembali mengelus dada.
Momentum yang Terbuang
Di saat negara-negara Asia Tenggara berlomba menegaskan diri sebagai kekuatan baru di sepak bola Asia, Indonesia justru absen. Bukan karena kalah. Tapi karena gagal hadir. Turnamen ASEAN Club Championship 2025/2026 mungkin tetap berjalan. Tapi tanpa Indonesia, turnamen itu kehilangan magnet dari negeri dengan jutaan pecinta bola fanatik.
Baca Juga:Tangis Jamal Musiala, Pasukan Bayern Geram, Neuer:Dia Harusnya Bijak, Insiden Itu Harusnya Tak TerjadiNgeri!!! Oxford United Ngamuk, Lesakan 6 Gol, ISL All Star Dibuat Mainan
Dan bagi sepak bola Indonesia, ini bukan sekadar ketidakhadiran. Ini sinyal keras: bahwa masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Bukan di lapangan. Tapi di balik meja.