Tak Ada Lagi Biaya di SMA Negeri Jateng: Sebuah Komitmen Senyap yang Berjalan Sejak 2020

Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin memastikan semua SMA dan SMK di Jateng Gratis
Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin memastikan semua SMA dan SMK di Jateng Gratis. Bukan hanya tahun ini, kebijakan tersebut sudah berjalan sejak 2020
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Di ruang kerja yang teduh di lantai dua Kantor Gubernur Jawa Tengah, Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen menatap serius berkas di hadapannya. Pagi itu, Senin 7 Juli 2025, ia menerima kunjungan dari Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI.

Di meja yang sama, diskusi hangat mengalir: tentang masa depan pendidikan, tentang konstitusi, dan tentang janji negara untuk tidak lagi memungut bayaran dari rakyat demi anak-anaknya bisa sekolah.

Sejatinya, langkah besar itu sudah lebih dulu diambil oleh Jawa Tengah.

Baca Juga:Geger Rafael Struick Pilih Dewa United? Batal Gabung Persija, Kini Tinggal Tunggu Pengumuman BSU Juli 2025 Cair Rp600 Ribu, Cek Statusmu Cuma Pakai NIK dari Rumah!

“Sejak 2020, tidak ada lagi pungutan untuk SMA, SMK, dan SLB negeri di Jawa Tengah. Semua dibiayai dari BOS pusat dan BOP provinsi,” ujar Taj Yasin pelan, namun penuh keyakinan.

Tak banyak yang tahu, kebijakan ini telah diam-diam berjalan hampir lima tahun. Tanpa gaduh, tanpa sorotan berlebih. Tapi di balik keheningan itu, kebijakan ini telah menjadi benteng bagi puluhan ribu siswa dari keluarga sederhana untuk bisa duduk sejajar di bangku sekolah menengah.

Tahun 2020 adalah tahun yang berat. Pandemi membuat orang tua kehilangan pekerjaan, banyak siswa hampir putus sekolah. Tapi di tengah krisis, Pemprov Jateng justru memperkuat komitmen mereka: biaya sekolah dihapus, pemerintah yang menanggung.

Kebijakan ini menyentuh langsung dapur rumah tangga rakyat. Tidak hanya sekolah negeri, Taj Yasin menjelaskan, BOS Daerah juga dialokasikan untuk sekolah swasta, dengan sistem berbasis akreditasi. Tujuannya satu: menjaga mutu dan menjamin akses untuk siswa dari keluarga tidak mampu.

“Sekolah swasta itu tetap mitra dalam pendidikan. Banyak siswa miskin juga bersekolah di sana,” jelasnya.

Langkah Jateng itu kini mendapat sorotan nasional, seiring keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-XXII/2024. Dalam amar putusannya, MK menegaskan, pemerintah—baik pusat maupun daerah—harus menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa pungutan, termasuk di sekolah swasta.

Putusan itu menyulut perdebatan: dari mana dananya? Siapa yang bertanggung jawab? Bagaimana pelaksanaannya?

Baca Juga:Pengumuman!! My Chemical Romance Bakal Tampil di Hammersonic 2026 JakartaDewa Turun ke Bumi Bandung Siap Berperang, Bawa Misi Tumbangkan Persib Bandung di Si Jalak Harupat

Taj Yasin tak menampik tantangan itu. “Harus ada skema transisi, peta jalan bersama, dan regulasi baru yang mengatur pembagian pembiayaan antara pusat dan daerah,” ujarnya.

Ia bahkan menyebut kemungkinan terjadi kesenjangan jika roadmap kebijakan tidak disusun bersama. “Kalau tidak disinergikan, akan terjadi duplikasi atau kekosongan layanan,” katanya.

Komitmen terhadap pendidikan bukan hanya terlihat di level provinsi. Taj Yasin menyebut Kota Semarang sebagai contoh. Tahun 2025, ibukota provinsi itu mengalokasikan 21,07 persen APBD-nya—senilai Rp1,318 triliun—untuk pendidikan. Tak hanya untuk sekolah negeri, tapi juga untuk swasta.

SD swasta menerima Rp11,908 miliar, dan SMP swasta mendapat Rp11,76 miliar. “Ini bentuk keberpihakan konkret,” ujarnya.

Ketua BAM DPR RI, Ahmad Heryawan, menyambut baik paparan Taj Yasin. Mantan Gubernur Jawa Barat itu menilai Jawa Tengah menjadi contoh baik dalam merealisasikan semangat konstitusi: pendidikan untuk semua, tanpa syarat dompet.

“Putusan MK ini memperkokoh keberpihakan kita terhadap pendidikan dasar gratis. Tapi kami juga ingin dengar langsung tantangan daerah dalam implementasinya,” kata Heryawan.

Ia mengakui, aspirasi dari daerah seperti Jawa Tengah menjadi bahan penting dalam perumusan kebijakan lanjutan di pusat.

Jalan menuju pendidikan gratis dan bermutu di seluruh Indonesia memang masih panjang. Tapi di Jawa Tengah, langkah itu sudah dimulai sejak lima tahun lalu. Tanpa banyak gembar-gembor, namun dirasakan langsung oleh rakyatnya.

Di bangku-bangku SMA negeri dari Brebes hingga Blora, dari Cilacap hingga Rembang, ada senyum siswa-siswa yang bisa belajar tanpa perlu memikirkan SPP. Sebab sejak 2020, sekolah menengah di Jateng tak lagi tentang kemampuan membayar, tapi tentang hak setiap anak untuk bermimpi.

0 Komentar