RADARCIREBON.TV – Pemandangan tak biasa terjadi di Desa Japura Kidul, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Selasa (8/7).
Puluhan warga turun ke jalan, bukan untuk melakukan kerja bakti atau upacara, melainkan memblokade akses jalan poros kabupaten yang sudah rusak parah selama hampir 20 tahun. Beberapa bahkan nekat berendam dan “mandi lumpur” di kubangan jalan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dianggap abai.
Aksi ini bukan tanpa alasan. Jalan sepanjang kurang lebih 500 meter yang menghubungkan Japura Kidul dengan Japura Lor dan Beringin itu kondisinya kian memprihatinkan. Saat musim hujan, jalan berubah menjadi kubangan lumpur, licin, dan nyaris tak bisa dilewati kendaraan roda dua tanpa risiko terjatuh.
Baca Juga:Luar Biasa!!! Bayi Triplet Lahir di RSUD Waled Dengan Sehat dan SelamatTak Ada Lagi Biaya di SMA Negeri Jateng: Sebuah Komitmen Senyap yang Berjalan Sejak 2020
“Sudah banyak yang jadi korban. Ada sembilan orang jatuh dalam dua minggu terakhir. Rata-rata ibu-ibu yang mau ke pasar atau warga yang ke masjid subuh-subuh,” ujar Ahmad Yunus, warga setempat.
Menurut Ahmad, jalan tersebut telah rusak sejak dua dekade lalu dan tidak pernah tersentuh perbaikan serius dari pemerintah kabupaten. “Yang datang cuma janji. Sudah beberapa kali ganti bupati, tetap aja nihil,” katanya dengan nada kecewa.
Selain membahayakan keselamatan, jalan rusak juga menimbulkan dampak ekonomi. Warga kesulitan mengakses pasar, sekolah, dan fasilitas kesehatan. “Transportasi terganggu, ongkos ojek naik, barang dari pasar telat. Perekonomian kami ini makin terpuruk,” tambahnya.
Kepala Desa Japura Kidul, Heriyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah berulang kali menyampaikan kondisi jalan ini kepada Pemerintah Kabupaten Cirebon, baik secara lisan maupun melalui proposal resmi. Bahkan, desa sempat menimbun jalan secara swadaya agar tetap bisa dilewati.
“Tapi ini jalan poros kabupaten. Anggaran desa tidak bisa dipakai untuk memperbaiki jalan milik kabupaten. Kalau kami paksakan, itu melanggar aturan,” jelasnya.
Heriyanto menegaskan, pemerintah desa bukan tinggal diam. Hanya saja, mereka terhambat aturan birokrasi yang membuat tangan mereka terikat. “Yang sering disalahkan itu kami, padahal bukan kewenangan desa. Tapi masyarakat tahunya pemerintah ya kami,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan lambatnya respon pemerintah daerah. Padahal, menurutnya, jalan rusak sepanjang hanya 500 meter semestinya tidak butuh waktu bertahun-tahun untuk diperbaiki. “Bukan berarti kami ingin konfrontasi. Tapi aksi warga ini bentuk keputusasaan yang dijadikan peringatan keras untuk pemerintah,” katanya.
Baca Juga:Geger Rafael Struick Pilih Dewa United? Batal Gabung Persija, Kini Tinggal Tunggu Pengumuman BSU Juli 2025 Cair Rp600 Ribu, Cek Statusmu Cuma Pakai NIK dari Rumah!
Penutupan jalan oleh warga menjadi alarm keras bahwa persoalan infrastruktur di pedesaan tidak bisa lagi dianggap sepele. Jalan rusak bukan sekadar persoalan kenyamanan, tapi juga soal keselamatan dan keberlangsungan ekonomi warga.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemkab Cirebon. Namun, warga berharap aksi ini menjadi pemicu perubahan nyata, bukan sekadar rutinitas pengumpulan data tanpa tindakan.
“Harapan kami cuma satu: jalan ini segera dibangun. Bukan besok, tapi sekarang,” pungkas Heriyanto.