Naikkan Pajak 250 Persen, Bupati Pati Tantang 50 Ribu Warga Demo: Saya Tak Gentar!

Sudewo
Bupati Pati, Sudewo tantang warganya demo imbas kenaikan PBB P2 Foto : arsip Pemkab Pati
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Bayangkan sebuah kabupaten kecil di pesisir utara Jawa Tengah. Sawah luas terbentang, rakyat bangun pagi demi sesuap nasi, dan para petani menggantungkan harapan pada langit dan tanah. Lalu datanglah sebuah keputusan: pajak dinaikkan. Bukan dua kali lipat, bukan tiga. Tapi dua setengah kali lipat. Tanpa peringatan. Tanpa kompromi.

Selamat datang di Kabupaten Pati, tanah kelahiran keberanian tanpa batas. Di mana suara rakyat tidak selalu jadi pertimbangan utama, tapi kalkulasi angka-angka naik 250 persen adalah harga mati.

Bupati Sudewo telah bicara, dan rupanya itu semacam sabda. Tidak peduli 5 ribu atau 50 ribu rakyat berkumpul di jalan, protes sambil berpanas-panasan, semua itu dianggap angin lalu. Sebab keputusan sudah diambil. Dan jangan harap bisa dianulir. Titik. Tamat. Sudah.

Baca Juga:Kontroversi PBB Pati 250%: Jalan Keluar Fiskal vs Beban Berlebihan WargaSiapa Sudewo? Yuk Intip Profil Bupati Pati yang Viral Menaikkan PBB 250 Persen

Iya benar, 250 persen. Bukan 25 persen. Bukan 2 koma 5 persen. Tapi dua ratus lima puluh persen. PBB-P2, alias Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dinaikkan seolah-olah rakyat Pati sedang menikmati pertumbuhan ekonomi double digit seperti Singapura. Atau mungkin gaji masyarakat naik tiga kali lipat diam-diam. Tapi oh tunggu, itu hanya di dunia mimpi.

Sudewo bilang ini untuk kebaikan bersama. Untuk PAD. Supaya pendapatan daerah tidak kalah jauh dari tetangga sebelah. Ya, karena rupanya kita sekarang berkompetisi soal siapa yang paling tajir, bukan siapa yang paling bijak. Pati harus bersolek, katanya. Membangun infrastruktur. Meningkatkan pelayanan publik. Tapi bagaimana kalau rakyatnya justru tak mampu membayar? Gimana kalau sawah yang dulu menghasilkan padi, sekarang malah jadi sumber duka karena pajaknya bikin sesak napas?

“Silakan demo. Jangankan 5 ribu, 50 ribu pun saya tidak gentar,” kata Sudewo dengan percaya diri. Mungkin beliau lupa, jabatan itu mandat. Bukan mahkota. Dan suara rakyat, meskipun kadang tak enak didengar, tetaplah suara yang mengangkat pemimpin ke kursinya. Tapi rupanya hari ini kita belajar satu hal baru: tidak semua pemimpin ingat siapa yang mengantarkannya duduk di sana.

Sudah 14 tahun PBB tidak naik. Itu fakta. Tapi apakah logikanya kemudian harus dinaikkan langsung 250 persen? Tidak bisa bertahap? Tidak bisa berdiskusi lebih dulu dengan rakyat yang akan menanggungnya? Atau mungkin memang diskusi dianggap membuang waktu? Kalau rakyat tidak sanggup membayar, apakah disuruh jual warisan? Gadaikan tanah? Pindah saja ke kabupaten sebelah yang belum menaikkan pajak?

0 Komentar