RADARCIREBON.TV – Skenarionya jelas. PSG datang ke Final UEFA Supercup 2025 dengan status tim bertabur bintang, skuat mewah, dan label juara Liga Champions. Tottenham? Cuma juara Liga Europa yang sebagian besar media Eropa bahkan memprediksi bakal jadi pelengkap penderita di Stadion Friuli, Udine, Italia. Tapi sepak bola, seperti biasa, selalu punya cara untuk menertawakan kesombongan.
Ya, publik Italia yang memadati stadion pada Kamis dini hari, 14 Agustus 2025, dibuat melongo ketika justru Tottenham yang lebih dulu mencatatkan namanya di papan skor. Ironisnya, gol itu datang dari seorang bek tengah, Micky van de Ven, di menit ke-39. Bukan dari Son Heung-min atau Richarlison, tapi dari pemain yang biasanya cuma jadi benteng belakang.
Golnya pun penuh drama. Bermula dari sepakan jarak dekat Palhinha yang ditepis oleh kiper debutan PSG, Lucas Chevalier. Bola liar kemudian mengenai mistar gawang lalu memantul manis di depan Van de Ven yang langsung menyambar tanpa basa-basi.
Baca Juga:Final UEFA Supercup, PSG vs Tottenham Tayang Dimana? Ini Informasi Terbarunya!15 Menit Menuju Kick Off Final Supercup PSG Vs Tottenham! Ini Tutorial Nonton PSG Vs Tottenham dari Handphone
Chevalier? Hanya bisa menatap, mungkin sambil mengingat bahwa ia baru saja ditebus dari Lille seharga 40 juta poundsterling. Mahal sih, tapi kalau begini penampilan debutnya, tag harga itu rasanya lebih cocok untuk beli dua rumah mewah di Paris ketimbang satu penyelamatan penting.
Padahal, secara statistik, PSG sedang pamer. Hingga menit ke-43, tim asuhan Luis Enrique itu menguasai 71 persen penguasaan bola. Angka yang biasanya cukup untuk menandai dominasi total. Tapi nyatanya, penguasaan bola tanpa gol itu sama saja seperti punya mobil sport mewah tapi cuma dipakai muter-muter komplek.
Yang bikin makin miris, Tottenham justru tampil lebih efektif. Delapan tembakan sudah mereka lepaskan, dua kali lipat dari catatan PSG yang baru mengoleksi empat. Jadi kalau diibaratkan, PSG ini seperti restoran mahal yang daftar menunya panjang, tapi ketika pesanan datang, isinya cuma roti tawar.
Tottenham sendiri bermain dengan mental “tidak ada yang perlu hilang”. Tahu mereka underdog, anak asuh Thomas Frank justru bermain lepas, memanfaatkan celah yang ditinggalkan lini belakang PSG yang terlalu percaya diri. Dan di sanalah bedanya: Tottenham tak butuh 20 kali umpan di area lawan untuk bikin peluang, cukup satu celah dan sedikit keberuntungan dari bola rebound.