RADARCIREBON.TV – Real Madrid berada di persimpangan jalan. Bukan sekadar pertandingan biasa melawan Osasuna, tapi misi genting: menang empat gol atau lebih, jika ingin menyalip Barcelona dari puncak klasemen. Sebuah tuntutan yang terdengar seperti lelucon pahit, apalagi jika melihat performa Madrid beberapa pekan terakhir yang lebih sering penuh drama ketimbang meyakinkan.
Barcelona sudah memberi tekanan besar dengan kemenangan telak 3-0 atas Mallorca. Blaugrana tak cuma menang, tapi juga memperlihatkan permainan solid dan efisien. Sementara itu, Madrid masih berkutat dengan PR besar: lini depan yang belum klop. Mbappé dan Vinícius Jr, dua nama besar yang seharusnya jadi mesin gol, justru tampil seperti dua artis egois yang rebutan panggung. Keduanya suka memegang bola terlalu lama, sibuk mencari momen heroik pribadi, tapi lupa bahwa sepak bola dimainkan sebelas orang.
Xabi Alonso, sang pelatih muda yang diorbitkan sebagai penyelamat proyek Galacticos jilid baru, kini terjepit di antara ekspektasi publik Bernabéu dan kenyataan di lapangan. Desas-desus berhembus, Xabi akan menurunkan Gonzalo García di babak kedua, menggantikan Brahim Díaz yang performanya lebih sering angin-anginan. Namun, apakah menaruh harapan pada pemain muda bisa menyelamatkan gengsi Real Madrid? Atau sekadar menambah daftar eksperimen yang gagal?
Baca Juga:Jadwal Pertandingan Real Madrid Vs Osasuna La Liga: CaraNonton Laga Real Madrid vs Osasuna!Baru Gabung Real Madrid, Franco Mastantuono Malah Puji Messi: “Idola Saya!”
Di sisi lain, publik juga menanti debut Francisco Mastantuono. Tapi kabarnya, pemain muda asal Argentina itu belum akan diturunkan. Artinya, Madrid tetap mengandalkan nama-nama lama yang sudah hafal rutinitas: dominasi bola, buang peluang, dan akhirnya berharap pada keajaiban menit akhir.
Kondisi ini jelas genting. Osasuna bukanlah lawan yang biasa, mereka selalu bermain keras dan tak kenal kompromi, terutama saat menghadapi tim besar. Jika Madrid hanya mengandalkan skill individu tanpa kolektivitas, jangan harap bisa mencetak empat gol. Bahkan satu gol pun bisa terasa seperti memanjat tembok raksasa jika Osasuna sudah parkir bus.
Ironisnya, Madrid bukan kekurangan pemain. Justru sebaliknya, skuad mereka penuh talenta top di setiap lini. Dari kiper, bek, gelandang, hingga cadangan, semua berlabel bintang. Namun masalah Madrid bukan soal kualitas individu, melainkan soal ego dan keharmonisan permainan. Mbappé ingin jadi pahlawan. Vinícius juga. Rodrygo, meskipun masih bertahan di Madrid, malah diisukan sudah menyiapkan koper menuju Liga Inggris. Lalu siapa yang betul-betul siap berkorban demi tim?