Selain itu, tuntutan juga meluas ke desakan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera disahkan. Publik menilai, DPR lamban mengesahkan aturan penting yang bisa menjerat koruptor, namun cepat dalam menetapkan berbagai fasilitas untuk dirinya sendiri.
Polisi Jadi Sasaran
Dalam situasi yang memanas, kepolisian kembali berada di posisi serba salah. Di satu sisi, mereka menjadi garda depan pengamanan. Di sisi lain, mereka juga menjadi sasaran kemarahan publik karena tewasnya Affan Kurniawan, Ojol di Jakarta yang tewas dilindas Barracuda. Serangan ke Mapolsek Sumber dan Mapolresta Cirebon menjadi sasaran emosi pendemo.
Di media sosial, beredar potongan video massa melempari polisi dengan batu sambil berteriak. Sebagian netizen menyebut tindakan itu tak bisa dibenarkan, namun sebagian lain melihatnya sebagai ekspresi frustasi yang tak lagi menemukan saluran sehat.
Baca Juga:Link Streaming, Jadwal dan Prediksi Real Madrid vs Mallorca: Tiket Madrid Menuju PuncakGulung Dewa United, Persija ke Puncak Klasemen
Kerusuhan yang melanda Cirebon adalah alarm keras bagi pemerintah dan DPR. Patung udang kembar yang dirusak massa bukan sekadar monumen kota, melainkan simbol bagaimana kemarahan publik bisa melahap apa saja. Ketika rakyat sudah merasa suara mereka tidak lagi didengar, maka simbol-simbol negara maupun daerah bisa menjadi pelampiasan.
“Ini bukan sekadar soal gaji DPR. Ini soal rasa keadilan,” ujar salah satu mahasiswa di sela-sela aksi. Pernyataan itu menggambarkan bahwa akumulasi masalah, dari krisis ekonomi, pajak, hingga kesenjangan antara elite dan rakyat, telah menumpuk menjadi bara.
Kemarahan publik yang tumpah di jalan raya adalah cermin jalan buntu politik representasi. DPR, yang seharusnya menjadi corong rakyat, justru dirasa semakin menjauh. Kebijakan-kebijakan yang lahir tidak lagi berangkat dari kepentingan rakyat banyak, melainkan kepentingan kelompok kecil.
Demonstrasi yang berakhir ricuh di Cirebon hanyalah salah satu contoh dari potensi ledakan sosial yang lebih besar jika pemerintah dan wakil rakyat tetap menutup telinga. Tuntutan rakyat jelas: turunkan beban hidup mereka, hentikan arogansi politik, dan tunjukkan keberpihakan nyata.
Apabila tuntutan ini terus diabaikan, bukan tidak mungkin gelombang protes yang hari ini sudah meluas akan semakin liar, tidak terkontrol, dan membawa konsekuensi politik yang lebih besar.