Telepon dari Orang Berpengaruh
Selain kekerasan di lapangan, Erick juga mengungkap intervensi terhadap media. Media didesak menyajikan berita yang “sejuk” dan “damai” tentang aksi unjuk rasa. Beberapa pimpinan media televisi, juga menerima telepon agar tidak menayangkan siaran langsung.
“Sejumlah media ditelepon orang yang berpengaruh, ya, anggota dewan dan dari partai inilah penguasa atau propemerintah … untuk tidak menayangkan secara langsung aksi demonstrasi 25 dan 28 (Agustus). Yang kami terima itu, ada empat TV. Tetapi, yang lain belum tahu kita masih melakukan verifikasi,” jelas Erick.
Intervensi juga terjadi di ruang-ruang redaksi media online, “(Di media) Online juga terjadi, ada intervensi dan upaya pembungkaman, intervensi ke ruang-ruang redaksi media, media-media mainstream yang lain selain TV. Itu terjadi dan ada laporan yang diterima oleh AJI. Intervensinya dalam bentuk untuk tidak memberitakan kritikan keras ke pemerintah.”
Baca Juga:Ini Dia Daftar Lengkap Nama dan Alamat Terduga Pelaku Kerusuhan di DPRD Kabupaten Cirebon125 Daerah Alami Kerusakan Pasca Demo Anarkis – Video
Kondisi itu menurut Erick bukan hanya berbahaya dan mengancam kebebasan pers, tetapi juga mendorong publik mencari informasi melalui media sosial yang belum terverifikasi kebenarannya.
Kelompok Kerja Antidisinformasi Digital di Indonesia (Kondisi) menyebut, intervensi terhadap media dan kerja-kerja jurnalistik memperburuk ekosistem informasi dan membuka ruang berkembangnya disinformasi.
Direktur Kondisi, Damar Juniarto mengatakan, pihaknya menemukan pola-pola disinformasi yang menguat sepanjang aksi Agustus 2025. Ada narasi yang menakut-nakuti publik, seperti isu sniper, kerusuhan SARA, hingga darurat militer. Ada pula narasi tandingan yang menormalisasi keadaan dengan slogan “Indonesia baik-baik saja” yang disebarkan influencer dan buzzer.
“Orang tidak mendapatkan informasi yang memadai. Di daerah misalnya, ketika terjadi imbauan untuk media-media tidak menyebarkan demonstrasi dan kekerasan yang menyertainya, membuat mereka tidak tahu apa yang sebetulnya ramai dibicarakan. Tidak tahu topiknya dan tidak tahu apa tuntutan dari masyarakat. Yang terjadi adalah taksir-taksir yang justru berkembang lewat media sosial di ruang digital,” ujar Damar kepada KBR, Selasa, (2/9/2025).