RADARCIREBON.TV — Suasana Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor mendadak memanas. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan nada tegas menolak keras jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk menambal utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Lewat sambungan Zoom, Purbaya menegaskan bahwa utang proyek itu bukan urusan APBN, melainkan tanggung jawab Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, lembaga yang menaungi investasi besar milik negara.
“Utang KCIC dibiayai APBN? Saya belum dihubungi soal itu. Kalau nanti ada, akan saya sampaikan dalam jumpa pers mingguan,” ujar Purbaya dengan ekspresi serius.
Baca Juga:Purbaya Yudhi Sadewa Guyur Rp 200 T ke Enam Bank UmumPrabowo Resmi Tunjuk Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menteri Keuangan: Jaga Fiskal, Harus Jadi Rem Tangan Prabowo
“Tapi kalau proyek ini di bawah Danantara, ya Danantara yang harus tanggung. Mereka punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri, bahkan rata-rata bisa Rp80 triliun per tahun.”
Pernyataan tersebut sontak menjadi sinyal keras. Pemerintah, lewat Kemenkeu, seolah ingin menarik garis tegas: beban keuangan proyek Whoosh tidak boleh lagi menetes ke kas negara.
Menurut Purbaya, Danantara punya kapasitas cukup kuat untuk mengelola kewajiban proyek yang sempat disebut sebagai simbol kerja sama megah Indonesia dan China itu. Namun di balik nada diplomatisnya, terselip pesan tajam yang berpotensi menimbulkan friksi antar lembaga.
“Yang penting jelas batasnya,” ucapnya. “Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government.”
Ucapan itu, oleh sejumlah pengamat fiskal, dianggap sebagai peringatan keras terhadap pola pengelolaan proyek besar yang kerap menumpang di bahu APBN ketika arus kas mulai seret.
Sumber di internal BUMN bahkan menyebut, tensi antara Kemenkeu dan BPI Danantara sudah meningkat, ketika muncul wacana agar sebagian utang proyek KCIC ditanggung negara.
BPI Danantara disebut tengah menyiapkan dua skema penyelamatan: penyertaan modal tambahan untuk KAI, atau penyerahan aset infrastruktur kepada pemerintah, dua opsi yang sama-sama berpotensi membuka perdebatan politik dan publik.
Baca Juga:Uang Korupsi Bank Pemerintah Cirebon Dipakai Umrah, Wisata, dan Hidup Mewah Kisah Gelap Bank Daerah Cirebon: Suami, Istri, dan Kakak Kompak Habiskan Uang Korupsi 24,6 Miliar
Jika opsi kedua terjadi, artinya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung berisiko berubah status: dari proyek korporasi menjadi beban negara.