Demam K-Pop AI: Fenomena Edit Foto ‘Sedang Tampil di Panggung’ yang Buat Netizen Serasa Jadi Idol Sungguhan

Gemini AI
Dari gemerlap lampu konser, outfit glamor, hingga gaya menari di bawah sorotan spotlight, semua bisa diciptakan hanya dengan satu foto dan bantuan AI. Foto: Gemini AI/tangkap layar - radarcirebon.tv
0 Komentar

Pakar media digital dari Yonsei University, Prof. Han Min-Seo, menilai fenomena ini “mencerminkan hubungan baru antara fandom dan identitas digital.”

“AI memungkinkan penggemar tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bagian dari narasi budaya pop. Ini bentuk partisipasi emosional yang lebih dalam,” ujarnya.

•Antara Hiburan dan Risiko

Meski terlihat menyenangkan, tren ini juga menimbulkan sejumlah kekhawatiran.

1. Identitas dan privasi digital

Beberapa pengguna tanpa sadar membagikan wajah mereka dalam aplikasi yang tidak memiliki kebijakan privasi jelas. Data wajah bisa disalahgunakan untuk deepfake atau manipulasi video lain.

2. Batas antara realitas dan fantasi

Baca Juga:Bisa Nongkrong Sampai Subuh: Gemini AI Buktikan Anak Strict Parents Juga Punya Kebebasan DigitalTiduran Tenang di Atas Laut Tanpa Tenggelam, Padahal Hanya Hasil Keajaiban Gemini AI

Ketika foto edit AI tampak terlalu nyata, sebagian orang bisa merasa kehilangan batas antara dunia digital dan kenyataan. Ini bisa berdampak pada persepsi diri atau keinginan tidak realistis untuk “menjadi idol sungguhan”.

3. Masalah hak cipta dan penyalahgunaan citra

Beberapa hasil edit menggunakan logo agensi, latar konser asli, atau properti dari idol nyata. Jika digunakan untuk konten promosi tanpa izin, ini bisa berujung pelanggaran hak cipta.

•Pandangan dari Psikolog dan Kreator

Psikolog digital, dr. Ratna Kusuma, menjelaskan bahwa fenomena ini sebenarnya merupakan bentuk self-projection yang sehat selama tidak berlebihan.

“Bagi sebagian orang, tampil sebagai idol K-Pop versi AI memberi ruang untuk mengekspresikan impian, meningkatkan rasa percaya diri, atau sekadar melepaskan stres. Tapi penting untuk tetap sadar bahwa itu hanyalah ekspresi digital, bukan identitas utama.”

Sementara itu, kreator AI visual asal Bandung, Adrian Wicaksono, melihatnya sebagai evolusi seni.

“Kalau dulu orang menggambar idol fanart, sekarang mereka bisa ‘menjadi’ idol dalam karya digitalnya sendiri. Ini bukan hanya tren, tapi bentuk kolaborasi antara manusia dan teknologi.”

•Masa Depan Tren “AI Idol Stage”

Para ahli memperkirakan tren ini akan terus berkembang. Dengan hadirnya teknologi AI motion generation, pengguna nanti bisa membuat versi video, bukan sekadar foto dimana mereka “menyanyi dan menari di atas panggung” sepenuhnya dengan gerakan realistis.

0 Komentar