RADARCIREBON.TV – Rilis terbaru Call of Duty memicu perdebatan sengit di kalangan pemain. Bukan tentang gameplay atau konten, melainkan dugaan penggunaan gambar AI yang memunculkan pertanyaan tentang komitmen pengembang terhadap kualitas.
Beberapa pemain dengan cepat menemukan anomali visual yang mencurigakan, mulai dari jari yang berlebihan hingga proporsi yang tidak wajar. Bagi sebagian orang, ini bukan hanya masalah estetika, tetapi juga cerminan dari standar yang menurun.
“Apakah ini yang kita dapatkan ketika studio mengejar efisiensi dengan mengorbankan sentuhan manusia?” tanya seorang pemain di forum online.
Baca Juga:Karma Instan: Szoboszlai Meledek, Hungaria Menangis di Kualifikasi Piala Dunia 2026Portugal Melaju ke Piala Dunia 2026: Era Baru Tanpa Ronaldo?
Namun, ada juga yang melihatnya sebagai evolusi alami. Di era game AAA yang rakus konten, AI menawarkan solusi untuk mempercepat produksi visual. Pertanyaannya adalah, apakah manfaatnya sepadan dengan potensi penurunan kualitas?
Reaksi komunitas beragam. Beberapa mengecam gambar-gambar yang dianggap “ceroboh” dan tidak layak untuk waralaba dengan reputasi tinggi. Yang lain lebih menerima, berpendapat bahwa AI hanyalah alat lain dalam gudang senjata pengembang.
Kontroversi ini mencapai puncaknya ketika dugaan gambar AI muncul di mode kampanye Black Ops 7. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa teknologi tersebut tidak hanya memengaruhi kosmetik, tetapi juga inti narasi game.
Menanggapi kritik tersebut, Activision mengeluarkan pernyataan yang meyakinkan bahwa seniman manusia tetap memegang kendali. AI diposisikan sebagai asisten, bukan pengganti kreativitas manusia.
Pernyataan ini memicu lebih banyak pertanyaan. Jika AI hanya alat bantu, mengapa kesalahan visual yang mencolok lolos dari proses kontrol kualitas? Apakah studio benar-benar memprioritaskan kualitas, atau mereka lebih fokus pada memenuhi tenggat waktu dan memangkas biaya?
Perdebatan AI di Call of Duty mencerminkan ketegangan yang lebih luas dalam industri game. Pengembang berada di bawah tekanan untuk berinovasi dan menghasilkan konten dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. AI menawarkan jalan pintas, tetapi juga menimbulkan risiko mengurangi seni dan keahlian yang mendefinisikan game yang hebat.
Pada akhirnya, nasib Call of Duty dan game lainnya akan bergantung pada bagaimana studio menyeimbangkan kekuatan AI dengan sentuhan manusia. Pemain menginginkan inovasi, tetapi mereka tidak akan mentolerir kualitas yang lebih rendah. Industri game harus menemukan cara untuk merangkul teknologi tanpa mengorbankan jiwa dari apa yang membuat game begitu istimewa.
