Longsor di jalur menuju wisata Lembah Cilengkrang menjadi topik hangat dalam sepekan terakhir. Longsor ini dipicu hujan deras sehingga sejumlah material dari atas sempat terseret dan terhempas ke Sungai Cilengkrang. Meski demikian, kejadian ini dapat segera diatasi masyarakat, dan jalur menuju wisata sudah kembali normal. Lantas, masalah apa sebenarnya yang terjadi di Cilengkrang? Berikut ulasannya.
Jalur menuju wisata Lembah Cilengkrang, Desa Pajambon, kaki Gunung Ciremai, menjadi trending topic dalam sepekan terakhir. Lembah Cilengkrang, yang memiliki air terjun, pemandian air panas, sungai berair jernih, dan habitat Elang Jawa, menjadi tolak ukur keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut karena berbatasan langsung dengan tebing curam Desa Cisantana, kawasan Palutungan.
Berbagai peristiwa alam seperti longsor, perubahan debit, dan kualitas air di Cilengkrang menjadi alarm jika terjadi kerusakan lingkungan di arah hulu maupun di bagian atas lembah yang merupakan kawasan wisata.
Baca Juga:Disdik Jabar Sosialisasi Sistem Penerimaan Murid Baru – VideoDPRD Kab. Cirebon Alokasikan Dana 2 Miliar Untuk Penanganan Banjir – Video
Fakta lainnya, Cilengkrang sangat intens diawasi masyarakat sekitar dan para pegiat lingkungan karena air dari sini digunakan untuk keperluan warga di tiga desa: Pajambon, Gandasoli, dan Sukamukti. Selain itu, mata air di sini juga digunakan untuk air baku PDAM. Sehingga, DAS (Daerah Aliran Sungai) di sepanjang Sungai Cilengkrang harus tetap terjaga dari hulu ke hilir.
Viralnya Cilengkrang dimulai dari temuan titik longsor yang dipicu hujan deras pada minggu lalu. Namun, dengan cepat dibersihkan masyarakat sehingga jalan menuju wisata curug telah kembali normal. Kemudian, temuan limbah kotoran hewan menambah permasalahan kualitas air di sungai. Meski demikian, kejadian ini hanya rawan terjadi saat hujan deras di bagian atas lembah.
Menanggapi peristiwa ini, Pemkab Kuningan melalui BPBD dan Dinas PUTR sedang melakukan mitigasi untuk menghasilkan sejumlah rekomendasi.
Kepala Pelaksana BPBD Kuningan, Indra Bayu Permana, menerangkan bahwa Lembah Cilengkrang memerlukan rehabilitasi ekosistem dengan menanam pohon pengikat dan penyerap air, supaya air dalam jumlah besar tidak mudah terhempas langsung dari tebing ke sungai. Untuk itu, perlu kajian daya serap air di bagian atas tebing, serta mewaspadai fenomena alam yang tak bisa dicegah, yaitu musim penghujan dengan intensitas lebat. Adapun sumber kotoran hewan yang mengalir saat hujan deras masih dalam penyelidikan.
Sementara itu, Kepala Desa Pajambon, Nani Ariningsih, berharap perbaikan ekosistem harus menjadi perhatian bersama antara pemerintah, pemilik objek wisata di bagian atas lembah, dan masyarakatnya yang siap menjaga lingkungan secara gotong royong. Mata air Cilengkrang sangat penting bagi Desa Pajambon khususnya, karena 100 persen rumah warga dialiri air dari Lembah Cilengkrang.
Pihaknya meminta seluruh stakeholder segera melakukan perbaikan atau rehabilitasi lingkungan, melakukan upaya pencegahan terjadinya kerusakan alam, supaya Lembah Cilengkrang yang kaya dengan pesona alam tetap terjaga. Pihaknya juga menghimbau kepada wisatawan untuk tidak ragu datang ke Curug Cilengkrang, karena longsor yang terjadi pekan lalu tak menimbulkan kerusakan fatal. Akses jalan menuju curug telah kembali normal dan aman dilewati.