Sritex : Saat Benang Indonesia Menjahit Dunia

Koleksi Seragam Militer
Sritex kini tinggal kenangan. Dibesarkan oleh mendiang ayah, kini Sritex malah pailit dan mantan dirutnya terjerat kasus korupsi. Saat beroperasi Sritex memproduksi seragam militer dunia
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Sritex kini lebih sering disebut-sebut, dibicarakan dan jadi headline dibeberapa media nasional. Namun bukan kerena prestasinya, tapi karena skandal besar yang menggerogoti perusahaan kebanggan Indonesia tersebut yang menyebabkanya pailit dan masuk kedalam jeratan kasus hukum.

Diera kejayaannya, Sritex adalah permata industri tekstil nasional. Dari sebuah kios kecil di Pasar Klewer Solo pada tahun 1966, perusahaan ini tumbuh menjadi raksasa global yang menjahit bukan hanya kain, tapi juga kepercayaan dunia.

Di bawah kepemimpinan H.M. Lukminto, pendirinya yang visioner, Sritex bermetamorfosis dari sekadar penjual tekstil lokal menjadi produsen seragam militer berskala internasional. Tak main-main, Sritex dipercaya oleh militer dari 34 negara, termasuk negara-negara NATO, Timur Tengah, Asia Tengah, hingga Afrika.

Baca Juga:Dari Sidang Paripurna DPRD Jabar, Tak Ada Walk Out, Tak Ada Teriak, Cuma Pelukan dan Guyon PolitikRombongan Karyawan RSD Gunung Jati Kecelakaan di Tol Cisumdawu, Ini Daftar Korbannya 

Satu kebanggaan yang terus digaungkan: seragam Tentara Nasional Indonesia (TNI)—baik AD, AU, maupun AL—diproduksi oleh Sritex. Mereka tak hanya menjahit pakaian perang, tapi juga menyulam citra kebanggaan bangsa dalam setiap helainya.

Sritex dikenal memiliki fasilitas tekstil terpadu terbesar di Asia Tenggara. Dari pemintalan benang, penenunan kain, pencelupan, printing, hingga konfeksi—semua dikerjakan di dalam satu kawasan industri di Sukoharjo, Jawa Tengah. Dengan kapasitas ratusan juta meter kain per tahun dan ekspor ke lima benua, Sritex menjelma jadi ikon industrialisasi modern Indonesia.

Puncak kejayaan perusahaan terjadi pada 2013–2018, ketika Sritex melantai di bursa saham (IPO), melakukan ekspansi besar-besaran, hingga mengakuisisi dua perusahaan tekstil Eropa: Swisstex dan Batex. Nama Sritex menjadi harum di pasar global, seolah menunjukkan pada dunia: Indonesia bisa.

Tak hanya di pabrik, Sritex juga aktif dalam program sosial dan lingkungan. Mereka memasarkan diri sebagai perusahaan berkelanjutan—dengan pengolahan limbah tekstil, penggunaan energi efisien, hingga label ramah lingkungan pada produknya.

Brand mereka pernah menghiasi ajang internasional, dari pameran militer di Timur Tengah hingga panggung dagang di Jerman. “Quality is Our Priority” bukan sekadar slogan, tapi kialitas yang mereka patuhi, kala itu.

Di balik tembok pabrik yang megah dan angka-angka laporan keuangan yang menggoda, diam-diam perusahaan mulai digerogoti utang, ekspansi agresif yang tak terkontrol, dan praktik manajemen yang penuh ilusi membawa Sritex jatuh kedalam jurang dan tidak bisa dibangkitkan lagi.

0 Komentar