Dedi Mulyadi Meledak di Subang: “Ini Forum Saya, Bukan Forum Persikas!”

Supporter Persikas
Sejumlah suporter Persikas yang sempat diamankan dan di BAP akhirnya dipulangkan ke orang tua masing-masing.
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dikenal hangat dan dekat dengan rakyat. Namun pada Rabu malam (28/5/2025), wajah ramah itu berubah tegas dan membara.

Kang Dedi Mulyadi (KDM) meledak aejadi-jadinha, wajahnya penuh murka dan terlibat kontak verbal dengan sejumlah suporter bola Persikas.

Insiden itu terjadi dalam sebuah forum empatik bertajuk Nganjang Ka Warga di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Subang.

Baca Juga:Kejari Kabupaten Cirebon Tetapkan 7 Tersangka Dugaan Korupsi Proyek Jalan Lingkungan dan DrainaseBPPMHKP Cirebon Gelar Bimtek CPIB, Dorong ABK Miliki Sertifikasi Penanganan Ikan Standar Internasional

Teguran keras meluncur dari mulutnya, bukan kepada lawan politik, bukan pula kepada aparat, melainkan kepada segelintir suporter klub lokal, Persikas Subang, yang tiba-tiba muncul membentangkan spanduk dan meneriakkan yel-yel fanatik di tengah sesi dialog kemanusiaan.

“Berhenti kamu! Ini forum saya, bukan forum Persikas! Turunkan spanduk itu sekarang juga!” teriak Dedi, menunjuk langsung ke arah kerumunan dari atas panggung.

Suasana pun mendadak tegang dan membeku. Beberapa warga terdiam, sebagian lain tampak bingung. Tayangan langsung di kanal YouTube Humas Jabar pun memperlihatkan momen emosional yang viral dalam hitungan jam.

Yang membuat Dedi Mulyadi murka bukan sekadar gangguan visual dari spanduk atau teriakan stadion, tapi karena semuanya terjadi di saat yang salah—yakni ketika seorang ibu tengah menceritakan kisah getir hidupnya: ditinggal suami, membesarkan empat anak dengan mengais botol bekas, namun tetap bertahan dengan martabat.

Usut punya usut, para suporter tersebut memprotes kabar bahwa klub Persikas dibeli dan akan berpindah tempat.

“Fanatisme itu sah. Tapi kalau fanatisme menutup rasa kemanusiaan, maka itu bukan lagi cinta—itu ego. Dan ego semacam ini berbahaya untuk kehidupan bersama,” ujarnya tegas.

Dedi juga menyadari tindakannya mungkin akan menjadi bahan framing politik. Ia bahkan memprediksi akan dicap sebagai “pemimpin temperamental”. Namun baginya, itu adalah risiko yang pantas diambil demi menjaga etika ruang publik.

Baca Juga:Veo 3 Resmi Dirilis, Kamera, Kru Film, dan Studio Bisa Pensiun DiniSimon Tahamata : Kembali Pulang Ke Tanah yang Dijanjikan Untuk Membuat Keajaiban

“Biarlah saya dianggap emosional. Tapi membiarkan ketidaksopanan di hadapan penderitaan rakyat? Itu jauh lebih tidak bermoral. Saya pilih mendidik, bukan membiarkan,” katanya.

Ia menekankan bahwa agenda Nganjang Ka Warga bukan sekadar seremoni politik, melainkan ruang tulus untuk mendengar suara rakyat, langsung dari mulut mereka yang hidup di tepian.

Momen tersebut kini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan: tentang etika ruang publik, batas fanatisme, dan bagaimana empati kerap dikalahkan oleh ego kolektif.

0 Komentar