Akademisi Universitas Gunung Jati Cirebon menilai Kota Cirebon tengah mengalami fase sulit. Hal tersebut diperlukan banyaknya catatan yang segera diperbaiki.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Gunung Jati Cirebon, Harmono, menilai Kota Cirebon tengah berada dalam fase keprihatinan. Turunnya daya beli masyarakat, lapangan pekerjaan yang terbatas, hingga kondisi pemerintahan yang terbelah, menjadi catatan penting untuk dibenahi.
Sebagai akademisi, Harmono melihat realitas Kota Cirebon saat ini tak berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Masyarakat dihadapkan pada berbagai persoalan ekonomi, seperti inflasi dan penurunan daya beli.
Baca Juga:Dugaan Malpraktek Di RSUD Linggarjati Naik Ke Penyidikan – VideoAnak Mantan Pejabat Kota Cirebon Diduga Mencuri Sepatu – Video
Secara sosial-politik, Harmono menilai Pemerintah Kota Cirebon tengah diuji dengan berbagai masalah internal, termasuk konflik di tingkat pimpinan daerah dan proses hukum yang menimpa mantan pejabat kota. Menurutnya, kondisi ini seharusnya menjadi pelajaran untuk meningkatkan profesionalisme dan kekompakan dalam pemerintahan.
Terkait persoalan sampah yang belakangan menjadi sorotan, Harmono menyebut pengelolaan sampah di Indonesia masih jauh dari ideal. Ia mendorong pemerintah dan masyarakat untuk memulai dari hal terkecil, yaitu pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.
Harmono juga menilai rendahnya kesadaran hukum dan terbatasnya sarana persampahan, masih menjadi kendala dalam penegakan regulasi di Kota Cirebon. Menurutnya, peraturan tak akan berarti tanpa kesadaran masyarakat dan integritas penegak hukum.
Harmono berharap dari fatwa haram pengelolaan sampah TPA Kopi Luhur, Kota Cirebon sebagai Kota Wali dapat kembali menunjukkan karakter keagamaan dan keteladanan dalam tata kelola. Ia yakin, dengan pemerintah yang berintegritas dan warga yang sadar hukum, Cirebon akan mampu membaik di masa mendatang.