“Kami sudah belajar dari 2021. Proyek itu menimbulkan perpecahan, kemarahan, dan menghancurkan kepercayaan antara klub, pemain, dan suporter. Kami tidak ingin mengulang kesalahan itu,” tulis pernyataan resmi ECA.
•Reaksi Publik dan Pengamat Sepak Bola
Reaksi publik pun sebagian besar mendukung sikap UEFA. Di berbagai platform media sosial, para suporter menilai keputusan UEFA mempertahankan format saat ini sebagai langkah penting untuk menjaga keadilan kompetisi.
Pengamat sepak bola asal Inggris, Gary Lineker, melalui akun X (Twitter), menulis.
Baca Juga:Netflix Mau Beli Hak Siar Liga Champions, UEFA Siap Cuan Besar!Desakan Keras Amnesty International: FIFA dan UEFA Diminta Sanksi Israel Atas Pelanggaran Hukum Internasional
“UEFA akhirnya berdiri di sisi yang benar. Sepak bola tidak boleh dikendalikan oleh kepentingan korporat. Tanpa klub kecil, tanpa suporter lokal, tidak akan ada atmosfer Liga Champions yang kita cintai.”
Beberapa analis keuangan juga berpendapat bahwa meski Super League menawarkan keuntungan finansial besar dalam jangka pendek, dampaknya terhadap struktur sepak bola nasional bisa sangat merusak. Liga domestik bisa kehilangan relevansi, sponsor lokal menurun, dan sistem pembinaan pemain muda akan terganggu.
Kesimpulan
•UEFA Pertahankan Prinsip Dasar Sepak Bola
Dengan pernyataan terbaru ini, UEFA menegaskan kembali komitmennya terhadap prinsip keterbukaan, solidaritas, dan keadilan dalam sepak bola Eropa. Meski tekanan dari kelompok elit mungkin belum berhenti, keputusan untuk tidak mengubah format Liga Champions menegaskan bahwa badan tertinggi sepak bola Eropa itu tetap berpegang pada visi jangka panjang, menjaga keseimbangan antara tradisi, kompetisi, dan keuntungan ekonomi.
Sebagaimana dikatakan Ceferin dalam pidatonya.
“Kami tidak menolak perubahan, tetapi kami menolak keserakahan. Liga Champions bukan hanya milik segelintir klub, ini milik semua orang yang mencintai sepak bola.”